Langsung ke konten utama

Milih Baju Sambo

Jadi gini. Gak mungkin saya posting di story gram, soalnya agak panjang kayaknya. Lebih enak di tulis di blog aja.

Ini kan bulan April, sudah tanggal 22 April, tgl 21 April sudah berlalu, hari Kartini. Anak saya namanya Umar dapat tugas dari gurunya untuk pakai baju profesi. Terserah mau pilih apa. Pake baju dokter, pilot, masinis dan lain-lain. Terserah.

Nah sebelumnya ada juga kayak gini, disuruh pakai baju profesi. Umar dipilihkan baju pilot. Dia suka.

Nah sekarang iya lagi, disuruh pakai baju profesi, mamanya milih, mamanya Umar minta apakah ada baju pilot atau masinis. Kata tukang rental bajunya sudah ga ada, hanya tersisa baju politik dan tentara. Mama Umar ga suka. Alhasil kasak kusuk tanya sana sini. Termasuk ditanyalah gurunya Umar, apakah punya ide atau stok orang nge rental baju profesi. 

Keesokan harinya, pas mau jemput  Umar, mamanya Umar diskusi sama gurunya Umar.
Gurunya Umar: Ma, udah ga ada lagi baju masinis atau pilotnya. Sudah saya cari ke kenalan saya, tetap ga ada. Tersisa baju polisi sama tentara.

Mamanya Umar: oiya ta? Masa ga ada lagi.

Gurunya Umar: iya ga ada Ma. Mending apa yang ada aja Ma, baju polisi aja. Umar tadi bilang ke saya. Dia mau pilih baju polisi. Mau nangkap pencuri katanya.

Mamanya Umar: di dalam hati berkata > (duh malah pilih baju Sambo)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Menulis

Pada awalnya saya ingin menuliskan sesuatu yang membuat semua orang tertawa, tapi makin kesini tulisan saya mengikuti apa kata hati saya. Saya memiliki hati yang mau berbuat A, pasti tulisannya mengarah ke A juga. Tulisan terjadi dari sebuah proses bacaan dan pengalaman hati. Jika hati berkata B maka tulisan juga rasanya memiliki rasa B. Suatu saat saya akan bisa menyimak tulisan saya sendiri berdiri di kaki sendiri di blog saya sendiri. Justru malah hebat dibandingkan beberapa tahun lagi. Bahkan seabstrak mungkin pasti akan dimengerti orang banyak nanti. Semua ini perlu waktu, bahkan perlu ketelatenan. Menulis itu sangat susah bagi yang belum pernah mencoba. Bahkan jika ingin menulis di IPad yang justru kita jarang menamainya, hasilnya justru tidak baik. Sama halnya dengan bermain gitar, jika sudah membeli tapi jarang berlatih, itu tidak akan berhasil. Percuma membeli tapi tidak dipakai untuk belajar dan bahkan memegangnya saja tidak pernah. Itu sungguh kacau. Dunia ini as...

Menulis

Jujur saya bingung, tulisan apa yang dampaknya besar?. Boleh jadi tulisan yang sering diterbitkan dan disosialisasikan. Mungkin itu sudah jadi formula paten. Hanya saja belum banyak yang melakukannya. Padahal soal itu menjadi formula yang baik bagi calon penulis. Penulis yang sudah mapan dari segi apapun mengetahui bahwa menulis adalah caranya di kenal manusia banyak di permukaan bumi ini. Jika raga sudah tidak ada di bumi, maka hasil karya yang menjadi senjatanya. Bahkan dapat mengubah dunia dengan mempengaruhi orang lain. Saya awalnya bingung, hendak menjadi penulis abadi dengan juga menjadi pegawai swasta ataukah menjadikan profesi penulis sebagai hobi saja, yang dimana dapat duit maka itu sudah menjadi syukur yang tiada terkira. Memang betul, menulis itu dikembalikan lagi dengan alasan dasar. Alasan dasar itulah yang menjadi bekal bertahan. Jika alasan dasarnya tidak kuat, menjadi penulis itu seperti musiman saja. Jika ada mood maka melakukan. Jika tidak mood, maka sant...

Menilai Misteri Manusia

Tulis saja jangan ragu, tulis saja jangan pedulikan, jika konsisten maka akan menjadi sebuah tulisan dan sikap.  Saya bersyukur bisa menulis. Saya bersyukur punya iPad. Saya juga bersyukur bisa menebak apa kehendak keesokan hari saya ini. Mau ini dan itu asal bersabar dan ada usaha maka akan terkabulkan. Akan tunai hajat.  Dunia ini memang penuh emosi. Kehendak manusia beraneka ragam, sehingga membuat saya kadang bingung sendiri. Tapi tenang saja, saya tidak marah, yang saya takutkan adalah saya tidak melakukan apapun, yang dimana hanya bisa duduk saja. Jauhkan bala melakukan hal tiada manfaat itu. Soal tiada manfaat, teringat pula dengan sosok manusia yang pernah berkenalan dengan saya. Panggil saja dia X, kelakuannya mungkin sudah berubah saat ini karena sudah bekerja dia itu. Jika dulu, ya salam, sungguh tidak pas untuk ditiru. Paling banyak omong ya dia, paling sering buat jengkel ya dia. Goblok akademik ya dia juga. Persis sekali dengan manusia yang tidak diharapkan ada. ...