Pada awalnya saya ingin menuliskan sesuatu yang membuat semua orang tertawa, tapi makin kesini tulisan saya mengikuti apa kata hati saya. Saya memiliki hati yang mau berbuat A, pasti tulisannya mengarah ke A juga. Tulisan terjadi dari sebuah proses bacaan dan pengalaman hati. Jika hati berkata B maka tulisan juga rasanya memiliki rasa B.
Suatu saat saya akan bisa menyimak tulisan saya sendiri berdiri di kaki sendiri di blog saya sendiri. Justru malah hebat dibandingkan beberapa tahun lagi. Bahkan seabstrak mungkin pasti akan dimengerti orang banyak nanti. Semua ini perlu waktu, bahkan perlu ketelatenan.
Menulis itu sangat susah bagi yang belum pernah mencoba. Bahkan jika ingin menulis di IPad yang justru kita jarang menamainya, hasilnya justru tidak baik. Sama halnya dengan bermain gitar, jika sudah membeli tapi jarang berlatih, itu tidak akan berhasil. Percuma membeli tapi tidak dipakai untuk belajar dan bahkan memegangnya saja tidak pernah. Itu sungguh kacau.
Dunia ini asyik di mata penulis. Penulis merenung, kemudian merangkai kalimat yang menurut dia baik, lalu disodorkan kepada khalayak umum, jika disukai oleh segmen pembaca tertentu, hasil karyanya dinilai baik pada kalangan segmen tertentu itu. Hikmah dan berkah baginya.
Bahkan kerjanya hanya menulis di pagi hari, rutin ia menuliskan genre tertentu. Rutin ia lakukan, ia juga punya banyak duit untuk permodalan. Dia juga punya tim yang memasarkan karyanya, entah dari pertemuan seminar atau bahkan menaruh hasil karya itu ke beberapa toko. Itu adalah cara. Sudah menjadi kewajiban untuk menyambung hidup.
Saya ketika melihat demikian justru bahagia, bukan menjadikan penulis tersebut sebagai penantang membahayakan, semakin banyak kompetitor maka semakin memperluas khalayak wawasan dalam hal literasi. Perbanyak saja penulis di Indonesia ini, agar berbagai sudut pandang tersebar luas. Berdiskusi pun menjadi lebih enak.
Komentar
Posting Komentar