Jujur saya bingung, tulisan apa yang dampaknya besar?. Boleh jadi tulisan yang sering diterbitkan dan disosialisasikan. Mungkin itu sudah jadi formula paten. Hanya saja belum banyak yang melakukannya. Padahal soal itu menjadi formula yang baik bagi calon penulis. Penulis yang sudah mapan dari segi apapun mengetahui bahwa menulis adalah caranya di kenal manusia banyak di permukaan bumi ini. Jika raga sudah tidak ada di bumi, maka hasil karya yang menjadi senjatanya. Bahkan dapat mengubah dunia dengan mempengaruhi orang lain.
Saya awalnya bingung, hendak menjadi penulis abadi dengan juga menjadi pegawai swasta ataukah menjadikan profesi penulis sebagai hobi saja, yang dimana dapat duit maka itu sudah menjadi syukur yang tiada terkira. Memang betul, menulis itu dikembalikan lagi dengan alasan dasar. Alasan dasar itulah yang menjadi bekal bertahan. Jika alasan dasarnya tidak kuat, menjadi penulis itu seperti musiman saja. Jika ada mood maka melakukan. Jika tidak mood, maka santai saja tidak melakukan kegiatan menulis itu.
Oke, itu soal dilema kepenulisan bagi kumpulan para penulis yang alasan dasarnya tidak kuat, ada sebuah kegamangan pada dirinya. Jujur saya angkat topi pada penulis yang tidak peduli hasil karyanya dibaca ataukah tidak, yang penting tiap harinya ia berikan sumbangsih hasil pikiran untuk kebaikan dunia. Minimal mempengaruhi satu orang dalam hidupnya. Syukur-syukur mengubah nasib seseorang dengan daya pikat hasil tulisan.
Manusia hanyalah kumpulan insan, dimana jika ia bergerak maka akan timbulkan 2 efek. Efek pertama bermanfaat, efek kedua memiliki daya dampak perusak. Kita pilih yang mana?, apakah bisa yang kedua?. Hati kita saja penentunya. Jika hati sudah sinkron maka seluruh raga akan berpihak pada hati.
Komentar
Posting Komentar