Dalam kegiatan, ada kalanya sejenak berdiam, merenung. Boleh jadi didapatkan singgasana fenomena dalam pikiran kita untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Biasanya hal tersebut dapat juga dilakukan di sebuah ruang, dimana tempat duduk kita menghadap alam bebas. Kenapa saya menyatakan hal demikian?, karena saya mengibaratkan hal tersebut ketika sudah melihat tayangan video online. Apa tayangan video tersebut?, yakni beberapa penulis, lebih dari satu menulis yang dihadapannya ada alam yang begitu menarik hati siapapun.
Pernah orang lain menyatakan pada saya bahwa menulis itu terserah kita saja. Bahkan bisa jadi kumpulan tulisan yang awalnya kita anggap biasa saja-tak ada daya pengaruhnya-suatu saat nanti akan hendak dibaca oleh siapa saja. Biasanya di umur 35 tahun kita bekerja keras, paling mentok di umur 40 tahun sudah memiliki nama yang terkenal. Itupun tergantung dari seberapa besar kualitas daya tarung kita memberikan manfaat pada sesama.
Ada yang niatannya ingin dikenal orang banyak, ada pula tulus sekali namanya ingin dikenal harum oleh sang penciptanya. Itu adalah hal yang lumrah kita dengar. Dan saya pilih dan berusaha memilih dikenal harum oleh sang pencipta ketimbang manusia. Walaupun dikenal manusia setelah kita tidak ada di dunia itu memanglah bonus saja. Sebenarnya tidak perlu di khawatirkan. Anggap saja itu adalah hal di luar konteks tujuan kita.
Kegiatan menulis identik sekali dengan abad masa lampau. Abad di mana kaum Bugis bertualang, adat suku Aboorgin yang nomaden dan adat suku Dayak yang terkenal karena selalu menjaga kelestarian alam. Itu hanyalah beberapa contoh dari sekian banyak tradisi suku-suku di dunia. Awalnya saya terkejut bahwa tradisi bangsa di Nusantara itu terlambat pro dengan budaya tulis-mungkin sudah senang dengan budaya bahari maritimnya, bisa kemana saja dan mengenal budaya di luar daerahnya. Benar saya terkejut ketik membaca hal tersebut. Tapi memang terbukti, budaya bangsa Nusantara-Indonesia-rakyatnya jarang suka baca buku tebal. Hanya sedikit yang suka. Justru yang palung banyak adalah bangsa di luar negeri sana. Kita sebenarnya harus malu, sebab sudah tertinggal.
Saya yakin kegiatan menulis, literasi dan membagikan sejumlah tulisan opini, autobiografi atau yang lain-adalah kegiatan yang menyumbang sebuah terciptanya peradaban. Jika sekarang sudah merajai budaya digital-kita sebagai penulis lah yang harus menyesuaikan. Jika khawatir tidak dibaca, maka keluarkan jurus pemasaran. Poinnya adalah membagikan apa yang telah kita buat. Bukan memendam apa yang telah di olah. Dengan demikian itu adalah selangkah lebih maju dibandingkan tidak melakukan apapun.
Komentar
Posting Komentar