Waktu itu Waingapu begitu mempesona. Ini semua berawal dari nekat memberikan ide pada rekan kerja. Alhasil mampu ke Waingapu. Lancar.
Saya tak mau bicara banyak sebab tahu kondisi. Juga tak mau keluarkan hal yang brillian karena tahu kondisi juga. Bertahan pada sudut pandang yang diyakini boleh saja. Asal peka pada sudut pandang orang lain pula.
Saya ini ngomong apa sih?. Tak jelas mungkin bisa jadi. Tapi itulah saya. Menuliskan apa yang ada dalam pikiran. Pikiran carut marut, maka pembaca juga wajib carut marut. Itu jika mereka berkenan. Jika tak berkenan, dibiarkan saja mereka.
Saya menulis sesi ini malam sekali. Tapi tidak apa. Beruntung saya masih bisa tuangkan isi pikiran yang belum terstruktur. Sebab pangsa pasar pembaca artikel saya ya juga ada. Maka show must go on. Tidak peduli apa kata orang.
Saya juga tipe yang tidak perfeksionis, sebab membuang waktu saja jika berlaku demikian. Saya pilih cara kerja yang apabila otak sudah mengiyakan dilakukan, maka lakukan saja. Toh itu sudah jadi keputusan maha penting.
Urusan karya bagus atau tidak, itu sebenarnya bukan kuasa kita. Kuasa sang pemberi karya pada khalayak umum adalah show up saja. Tampilkan saja. Jangan banyak pikiran. Toh blogspot ini milik pribadi, yang jika ditampilkan yang punya tanggung jawab adalah sang penulisnya sendiri.
Penulis itu punya dua hadiah. Hadiah pertama adalah terkenal, banyak duit, dan isi otaknya dikeluarkan dengan permaknaan banyak kalimat tertulis di kertas. Hadiah kedua adalah namanya tersaji secara abadi selama media tulisnya masih ada di benak pembaca.
Tak heran saya banyak menulis akhir-akhir ini. Dimana ada yang ingin menyalurkan dirinya menjadi penulis novel fiksi atau ada juga yang menyalurkan menjadi penulis lepas, tidak ternama namun dapat duit dari hasil ulahnya.
Kalau kalian ingin menjadi penulis dengan jalur seperti apa?
Komentar
Posting Komentar